Dasar-Dasar Farmakologi
1. Pendahuluan
Farmakologi adalah ilmu yang
mempelajari pengaruh obat terhadap fungsi suatu sistem hidup, sedangkan obat
ialah zat/bahan yang digunakan untuk diagnose dan pengobatan yang meliputi
meringankan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia dan hewan. Obat merupakan salah
satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat
berbedah dengan komoditas perdagangan, karena selain komoditas perdagangan,
obat juga memiliki fungsi sosial. Obat berperan sangat penting dalam pelayanan
kesehatan karena penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat
dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Walaupun obat
dipakai untuk tujuan tersebut diatas, namun banyak kejadian dimana seseorang
dapat menderita karena keracunan obat, kesalahan obat ataupun kesalahan
penggunaan obat/penyalagunaan obat. Oleh karena itu suatu obat dapat berfungsi
sebagai obat kalau digunakan benar atau digunakan untuk penyakit yang sesuai,
dengan dosis/takaran yang tepat.
Disamping
farmakologi, ilmu tentang obat ini telah berkembang dan merupakan cabang-cabang
ilmu tersendiri, yaitu;
§ Farmakognosi,
ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan yang mengandung bahan obat. Kemungkinan
ilmu ini menjadi semakin penting untuk manusia bila program Tanaman Obat Keluarga
(TOGA) semakin dikenal oleh masyarakat.
§ Farmasi,
ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyediakan, meracik, dan
menyimpan obat.
§ Farmakokinetik
adalah cabang dari farmakologi yang mempelajari nasib obat dalam tubuh,
meliputi absorbsi, distribusi, metebolisme/ biotransformasi, dan ekskresi / eliminasi
obat.
§ Farmakodinamik
adalah cabang dari farmakologi yang mempelajari efek obat terhadap fungsi
fisiologis dan biokimia berbagai organ tubuh, serta mekanisme kerjanya.
§ Farmakoterapi
adalah cabang dari farmakologi yang mempelajari penggunaan obat dalam
pencegahan dan pengobatan penyakit maupun gejalanya. Ilmu ini merupakan bagian
terpenting dlam pendidikan farmakologi di kedokteran, agar seorang dokter mampu
menggunakan obat secara rasional.
§ Toksikologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang racun/efek racun suatu zat kimia termasuk
obat, bahan kimia yang digunakan untuk serangga, rumah tangga, industri maupun
lingkungan hidup, misalnya pestisida, insektisida, bahan tambahan makanan
(bahan pewarna, pemanis, pemberi aroma/rasa) dan sebagainya.
2. Fase Farmakokinetik
Farmakokinetik dapat didefinisikan
sebagai setiap proses yang dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu absorbsi,
distribusi, metabolism/biotransformasi dan ekskresi (ADME). Dengan demikian obat yang mask kedalam tubuh
(melalui berbagai cara pemberian), tetap akan mengalami absorbs melalui
membrane sel kemudian masuk kedalam sirkulasi darah (sistemis) dan
disebarluaskan keseluruh jaringan tubuh (distribusi) dan sebagian dari obat
tersebut akan mengalami metabolism/biotransformasi dan akhirnya dikeluarkan
dari tubuh (ekskresi) baik dalam bentuk metabolit (senyawa yang sudah dirubah)
maupun dalam bentuk utuh/tidak berubah.
2.1 Absorbsi Obat
Pengertian absorbsi adalah penyerapan
obat dari usus atau tempat pemberian kedalam sirkulasi darah.
v Kecepatan
absorbsi obat
Kecepatan absorbsi obat sangat tergantung antara lain karena; bentuk obat dan cara
pemberian.
Absorbsi
tercepat dari usus kalau obat diberikan dalam bentuk terlarut, misalnya dalam
bentuk sirup, sedangkan dalam bentuk padat (tablet) akan lebih lambat karena
tablet harus hancur dalam usus. Pemberian secara intra vena menghasilkan efek
obat yang tercepat karena obat langsung masuk kedalam sirkulasi darah (tidak
melalui proses absorbsi).
2.2 Distribusi Obat
Setelah diabsorbsi, obat akan didistribusi
keseluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi darah.
2.3 Metabolisme Obat (biotransformasi)
Pada
prinsipnya obat merupakan zat asing untuk tubuh yang tidak diinginkan karena
dapat merusak sel dan mengganggu fungsi tubuh. Karena itu tubuh akan berupaya
merombak zat asing ini menjadi metabolit yang tidak aktif dan sekaligus
bersifat hidrofil (mudah larut dalam air) agar mudah di ekskresikan/di
keluarkan oleh ginjal.
2.4 Ekskresi obat
Pengeluaran obat atau metabolitnya dari
tubuh disebut ekskresi dan hal ini terutama dilakukan oleh ginjal dalam air
seni. Ekskresi dapat juga terjadi melalui kulit bersama keringat, atau melalui
paru-paru bersama pernafasan untuk bahan-bahan yang mudah menguap. Ada pula
obat yang disekresikan dalam benruk aktif oleh hati melalui empedu yang kemudian masuk kedalam usus yang dikeluakan
bersama feses. Perlu juga diketahui bahwa ada obat-obat tertetu yang
diekskresikan melalui air susu ibu, misalnya penicillin, chloramfenicol,
ergotamin, tiroida, dan hal ini perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan
keracunan untuk bayi.
3. Fase Farmakodinamik
Farmakodinamik merupakan cabang dari
farmakologi serta mekanisme kerja obat. Tujuan mempelajari mekanisme kerja obat
yaitu untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel
tubuh (reseptor) yang selanjutnya member efek yang diinginkan/efek terapi.
3.1 Mekanisme kerja obat
Efek
obat timbul karena interaksi obat dengan reseptor yang ada pada sel dan
menghasilkan perubahan biokoimia dan fisiologi yang merupakan respon khas
(khusus) untuk obat tersebut. Umumnya obat berkerja menimbulkan stimulasi
(meningkatkan) atau depresi (menekan) aktivitas yang telah ada dan tidak
menimbulkan suatu fungsi baru dari sel.
Contoh
; Sel-sel beta dari pulau langerhans yang menghasilkan insulin, tidak dapat
distimulasi atau didepresi oleh obat agar menghasilkan zat lain.
v Efek obat
Tidak semua obat bersifat 100%
menyembuhkan penyakit, banyak diantaranya hanya meniadakan atau meringankan
gejalanya. Obat apabila diberikan dengan takaran atau dosis yang tepat, cara
pakai yang benar dapat memberikan efek pengobatan terhadap penyakit, dengan
demikian obat memiliki efek terapeutik.
3.2 Efek samping
Efek samping suatu obat adalah semua
khasiat/efek yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang timbul pada
penggunaan dosis obat yang dianjurkan. Obat yang ideal hendaknya bekerja dengan
cepat dan
selektif dan semakin seletif kerjanya suatu obat, semakin kurang efek
sampingnya.
Contoh ; tablet
CTM, untuk penyakit gatal-gatal dengan efek samping mengantuk.
3.3 Efek teratogen
Efek teratogen
adalah efek obat yang pada dosis terapeutik untuk ibu mengakibatkan cacat pada
janin, misalnya fofomelia (kaki dan tangan bayi seperti kepunyaan anjing laut).
3.4 Efek toksis
Efek
toksis adalah efek tambahan dari obat yang lebih berat disamping efek samping
dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Tergantung besarnya dosis maka obat
dapat memberikan efek toksis.
v Peran
Obat secara umum adalah sebagai berikut;
1. Penetapan
diagnosa
2. Untuk
pencegahan penyakit
3. Menyembuhkan
penyakit
4. Memulihkan
(rehabilitasi) kesehatan
5. Peningkatan
kesehatan
6. Mengurangi/menghilangkan
rasa sakit
Cara–cara pengunaan obat
yang memberi efek sistemik adalah
1.
Oral, yaitu penggunaan obat melalui mulut dan
masuk ke perut
2.
Sublingual, yaitu tablet diletakan dibawah
lidah
3.
Bukal, yaitu tablet diletakan diantara gusi
dan pipi
4.
Injeksi atau parenteral
5.
Implantasi subkutan, yaitu tablet (pellet) kecil streril dmiasukan di bawah
dengan alat trokar
6.
Rektal, yaitu tablet khusus atau supositoria
dimasukkan ke dalam dubur
Cara
penggunaan obat yang memberi efek lokal,
ialah :
1.
Inhalasi, yaitu larutan obat disemprotkan ke
dalam mulut atau hidung dengan suatu alat seperti inhaler, vaporizer,
nebulizer, atau aerosol
2.
Penggunaan obat pada mukosa seperti mata,
telinga, hidung, vagina, dan sebagainya dengan obat tetes, busa dan sebagainya.
3.
Penggunaan pada kulit dengan salep, krim,
losion, dan sebagainya.
Rute
cara pemakain obat;
1.
Melalui mulut, masuk kerongkongan terus ke
perut (per oral)
2.
Melalui sublingual (dibawah lidah) atau bukal
(antara gusi dan pipi)
3.
Melalui rektal (efek lokal dan sistemik)
4.
Melalui parenteral
5.
Melalui endotel paru-paru
6.
Pemberian topikal pada kulit (efek lokal)
7.
Melalui urogenital (efek lokal)
8.
Melalui vaginal (efek lokal)
Teknik pemberian obat
Untuk
dapat memberikan obat secara benar dan efektif tenaga kesehatan harus
mengetahui tentang indikasi, dosis, cara pemberian, dan efek samping yang
mungkin terjadi dari setiap obat yang diberikan.
Sebelum
memberikan suatu obat, maka tenaga kesehatan berpegang pada prinsip lima
tepat yang meliputi;
1.
Tepat dosis/takaran
2.
Tepat obat
3.
Tepat pasien
4.
Tepat cara pemberian/pemakaian
5.
Tepat
waktu pemakaian
·
waktu
pagi
·
waktu
siang
·
waktu
malam
·
sebelum/sesudah
makan
1. Pemberian obat per oral
Pemberian
obat per oral (melalui mulut) merupakan cara yang paling banyak dipakai karena
ini merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman
bagi pasien. Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral baik dalam bentuk
tablet, sirup, kapsul, atau puyer. Untuk membantu
absorbsi, maka pemberian obat per oral dapat disertai dengan pemberian setengah
gelas air atau cairan yang lain.
Kelemahan dari pemberian
obat per oral adalah
1.
Aksi obat lambat sehingga cara ini tidak
dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang diberikan per oral biasanya
membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit sebelum diabsorbsi dan efek puncaknya
dicapai setelah 1 sampai 1 1/2 jam.
2.
Rasa dan bau obat yang tidak enak sering
menggangu pasien.
3.
Cara per oral tidak dapat dipakai pada pasien
yang mengalami mual-mual, muntah, semi koma, pasien yang akan menjalani
pengisapan cairan lambung serta pada pasien yang mempunyai gangguan menelan.
Beberapa
jenis obat dapat menngakibatkan iritasi/gangguan lambung dan menyebabkan
muntah. Untuk mmencegah hal ini, obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul yang
diharapkan tetap utuh dalam lambung, tetapi menjadi hancur di usus. Dalam
memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh dibuka, kapsul tidak
boleh dikunya dan pasien diberi tahu untuk tidak minum antasid atau susu
sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat.
Apabila
obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus dilakukan dengan cara
yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak
enak.
2. Pemberian secara sublingual
Obat
dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara meletakan obat
dibawah lidah. Dengan cara ini, kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur
dibawah lidah maka obat segera mengalami absorbsi kedalam pembuluh darah. Cara
ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak mengalami kesakitan. Pasien
diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi
tidak aktif oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah
obat tidak ditelan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di bawah
lidah sampai obat menjadi hancur dan terserap. Obat ini banyak diberikan pada
pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina pektoris. Dengan cara
sublingual, obat beraksi dalam satu menit dan pasien dapat merasakan efeknya
dalam waktu tiga menit.
3. Pemberian obat secara bukal
Dalam
pemberian obat secara bukal, obat diletakan antara gigi dengan selaput lendir
pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual, pasien
dianjurkan untuk mmbiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam sampai
obat hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat penting dalam pemberian
obat cara ini karena biasanya pasien akan menelan yang akan menyebabkan obat
menjadi tidak efektif.
Misalnya;
Tablet Oksitosin untuk membantu mempercepat persalinan.
4. Pemberian obat secara parenteral
Istilah parenteral mempunyai
arti setiap jalur pemberian obat selain melalui enteral atau saluran
pencernaan. Biasanya istilah parenteral dikaitkan dengan pemberian
obat secara injeksi baik intradermal, subkutan, intramuskular, atau
intravena. Pemberian obat secara parenteral mempunyai aksi kerja lebih cepat dibanding
dengan secara oral. Namun, pemberian secara perenteral mempunyai berbagai
resiko antara lain;
1.
Merusak kulit
2.
Menyebabkan nyeri pada pasien
3.
Salah tusuk
4.
Lebih mahal
Demi
keamanan pasien, tenaga kesehatan harus mempunyai pengetahuan yang benar
tentang cara pemberian obat secara parenteral termasuk cara menyiapkan,
memberikan obat dan menggunakan teknik steril.
5. Pemberian obat topikal
Selain
dikemas dalam bentuk untuk diminum atau diinjeksikan, berbagai jenis obat
dikemas dalam bentuk obat luar seperti lotion, liniment, ointment, pasta
dan bubuk yang biasanya dipakai untuk pengobatan gangguan kulit misalnya;
gatal-gatal,kulit kering, infeksi dan lain-lain. obat topikal juga dikemas
dalam bentuk obat tetes (instilasi) yang
dipakai untuk tetes mata, telinga, atau hidung serta dalam bentuk untuk irigasi
baik mata, telinga, hidung, vagina, maupun rektum.
6. Pemberian obat secara Inhalasi
-
Untuk obat-obat yang tersedia bentuk gas,
cairan mudah menguap atau aerosol (semprot)
-
Absorbsi/penyerapan obat melalui mukosa
paru-paru dan bronkus.
7. Pemberian obat secara sublingual
Obat
diletakan dibawah lidah dan obat didistribusi melalui peredaran darah ke lokasi
yang diinginkan
8. Pemberian obat secara implantasi
Bentuk
obat; tablet kecil, bulat steril dan diletakan dimasukkan dibawah atau didalam
kulit
9. Pemberian obat secara vaginal
-
Obat berbentuk oval dan dimasukkan dalam
vagina
-
Efek obat dapat efek sistemik atau lokal
10. Pemberian obat secara rektal
Obat
tersedia dalam bentuk torpedo dan dimasukkan dalam anus.
Pada pemberian obat secara
per oral, terdapat 2 bentuk obat;
1.
Padat
-
Tablet
-
Kapsul
-
Serbuk
2.
Cair
·
Sirup, larutan obat yang mengandung gula.
·
Eliksir, larutan obat yang mengandung alkohol
dengan kadar dan volume alkohol kecil.
·
Emulsi, larutan obat yang mengandung air dan
minyak. Sebelum diminum/dipakai harus dikocok sehingga obat tercampur dengan sempurna.
·
Suspensi, sirup yang mengandung butiran halus
obat dan sebelum dipakai harus dikocok dengan benar.
·
Sirup kering
-
Serbuk obat dalam keadaan kering dalam botol,
jika hendak diminum ditambahkan air sampai takaran tertentu dan dapat disimpan
tidak lebih dari 7 hari.
-
Sebelum dipakai harus dikocok dengan benar
Informasi yang perlu
disampaikan kepada pasien;
a)
Kapan
obat digunakan dan berapa banyak?
Beberapa
pasien berpendapat bahwa makin banyak obat diminum, semakin cepat sembuh.
Pendapat ini tentu saja tidak benar dan sangat berbahaya. Oleh karena itu perlu
dijelaskan sesuai petunjuk dalam resep;
1.
Pemakaian per hari
-
Tiga kali sehari, atau
-
Dua kali sehari, atau
-
Satu kali sehari
2.
Waktu pemakaian obat
-
Pagi, siang, malam
b)
Berapa
lama obat harus dimakan/diminum atau dioleskan?
Beberapa pasien hanya menggunakan obat sampai
badan terasa sembuh. Hal ini tidak menjadi masalah apabila penyakit yang
diobati ringan misalnya alergi atau sakit kepala. Masalah serius akan timbul
apabila penyakit yang diobati misalnya infeksi. Oleh karena itu, beritahukan
kepada pasien berapa hari/minggu obat harus diminum/dimakan. Misalnya :
antibiotik, harus diminum sampai habis.
c)
Bagaimana
cara menggunakan obat tersebut?
v Obat dapat dimakan/minum dengan bantuan air
putih biasa, teh manis, pisang, susu, dan lain-lain. namun demikian, untuk
tetrasiklin tidak boleh diminum bersama-sama dengan susu, karena khasiat
tetrasiklin akan berkurang dengan adanya susu.
v Beberapa obat baru bekerja dengan maksimal
bila lambung dalam keadaan kosong (1 jam sebelum makan), misalnya golongan
antibiotika (Ampisilin, Tetrasiklin). Obat antasida (campuran magnesium
trisilikat) bekerja maksimal apabila dimakan satu atau dua jam setelah makan
dan waktu tidur. Tablet Asetosal dan besi (Fe-Sulfat) dapat
menyebabkan iritasi lambung oleh karena itu harus dimakan bersama-sama
makanan.
d)
Ciri-ciri
tertentu setelah pemakaian obat
v Berkeringat
pada penderita demam panas setelah memakan obat penurun panas.
v Perubahan
warna tinja dan air seni setelah minum Tertrasiklin, Refampisin, Vitamin B
kompleks
v Rasa
mengantuk, untuk obat antihistamin seperti CTM dianjurkan kepada pasien yang
meminum obat ini untuk tidak menjalankan kendaraan mesin.
Obat Kadaluwarsa
Dalam kemasan obat selalu ada petunjuk
pemakaiandan disertakan pula informasi bahan-bahan aktif, baik bahan nabati
maupun kimia, serta tanggal kadaluwarsa. Tanggal kadaluwarsa berarti tanggal
dimana batas pemakaian obat sudah habis.
Obat yang sudah kadaluwarsa memungkinkan zat aktif pada obat berubah
bentuk, bahkan menjadi racun. Selain itu, aktivitas dan daya sembuhnya akan
menurun dan bisa juga obat itu sudah rusak. Obat kadaluwarsa bukan hanya
sekedar berkurang fungsi dan manfaatnya, tapi akan mendatangkan bahaya. Baik
obat kadalwarsa maupun obat rusak, sama-sama memberikan efek samping yang
buruk. Untuk mengantisipasinya, belilah obat hanya ditempat yang terpercaya,
misalnya di apotik.
Batas kadaluwarsa suatu obat ditentukan oleh
pabrik pembuatnya. Secara umum untuk melihat suatu obat sudah kadawarsa atau
belum, perhatikan tanda pada kemasannya. Pada kemasan obat tertentu tercantum batas kadawarsa dalam
bulan dan tahun.
Obat
palsu
Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 242/Menkes/SK/V/1990, tertanggal 28 Mei 1990,
yang dikategorikan sebagai obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak
yang tidak berhak menurut undang-undang. Obat palsu tediri dari beberapa jenis,
yaitu;
1.
Produk yang mengandung bahan berkhasiat dengan
kadar memenuhi syarat, diproduksi, dikemas dan dilabel seperti produk aslinya,
tetapi bukan dibuat oleh produsen aslinya.
2.
Obat yang mengandung bahan berkhasiat dengan
kadar yang tidak memenuhi syarat.
3.
Produk dibuat dengan bentuk dan kemasan
seperti produk asli, tetapi tidak mengandung bahan yang berkhasiat.
4.
Produk yang menyerupai produk asli, tetapi
mengandung bahan berkhasiat yang berbeda.
5.
Produk yang diproduksi tanpa izin.
Bukan berita baru lagi jika obat palsu banyak beredar dipasaran. Akibatnya, pasien atau pengguna obat palsu ini akan mengalami gejala-gejala tambahan, keluhan penyakit yang tidak kunjung sembuh dan terjadinya resistensi kuman sebab penggunaan antibiotika dengan dosis yang tidak tepat. Efek samping yang sangat membahayakan adalah jika obat palsu di campur atau tercemar bahan toksik (racun) karena lokasi yang digunakan untuk meramu dan mengemas obat palsu tidak bisa terjamin kebersihannya. Dampak yang terburuk adalah kematian.